Tanggal 18 April 2013, Ujian
Nasional tingkat SMA dilaksanakan. Hampir semua guru yang memegang mata
pelajaran yang diujikan, mempersiapkan siswa maupun siswinya dengan berbagai
pembekalan sejak beberapa bulan sebelun Ujian Nasional dilaksanakan. Hal itu
dilakukan, untuk meminimalisir adanya ketidaklulusan pada siswa maupun
siswinya. Namun demikian, terdapat juga faktor-faktor lain yang menyebabkan
ketidaklulusan pada siswa.
Ujian Nasional yang seharusnya
dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, ternyata menuai kegagalan.
Pasalnya, banyak sekolah-sekolah yang belum bisa melaksanakan Ujian Nasional
pada hari itu juga. Hal tersebut disebabkan karena adanya praktik kecurangan
pada soal UN itu sendiri, yang mengakibatkan kesulitan pada siswa dalam mengikuti
Ujian Nasional.
Ujian Nasional bagi peserta didik
merupakan sebuah pencapaian atau sebuah titik di mana siswa akan menguji
seluruh kemampuannya atas kegiatan belajar yang telah ditempuh selama 3 tahun.
Bagi siswa, mengikuti Ujian Nasional adalah suatu kewajiban, agar bisa
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi atau sekedar untuk mencari pekerjaan.
Namun demikian, dengan tidak
mengesampingkan perannya sebagai guru, Ujian Nasional juga mengambil hak seorang
guru. Ketika seorang guru telah mengajar muridnya selama 3 tahun katakanlah,
maka yang bisa mengukur kemampuan dan kelulusan siswanya adalah guru itu
sendiri, bukan pemerintah. Sedangkan Ujian Nasional ditentukan oleh pihak
pemerintah.
Tahun ini, Ujian Nasional berlangsung
secara tidak serentak. Hal ini berimbas pada siswa yang menjadi peserta dalam
ujian. Akibatnya, banyak siswa yang mengalami tekanan pada mentalnya, yang pada
akhirnya siswa semakin merasa stress. Hal itu berdampak pada siswa dalam
mengerjakan soal Ujian Nasional, yang nantinya akan menentukan lulus atau
tidaknya siswa tersebut.
Memang, Ujian Nasional merupakan
salah satu cara yang efektif untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita terhadap
negara lain. Namun, di sisi lain, di dalam Ujian Nasional itu sendiri, terdapat
banyak persoalan yang masih dan perlu untuk diperbincangkan lagi. Kita tentu
masih ingat, pada tahun 2008, banyak sekali siswa yang tidak lulus, bahkan
sampai ada yang mengalami gangguan jiwa karena tidak lulus dalam Ujian Nasional.
Kemudian, pada tahun 2011,
terjadinya kebocoran pada soal Ujian Nasional, sehingga banyak sekali siswa
yang membelinya seharga 2 juta per kategori soal, yang kemudian menjadikan
perhelatan panjang di kalangan pemerintah dengan pihak percetakan. Tahun 2013
ini, ketika kelulusan sudah diserahkan kepada pihak sekolah, ternyata masih
saja ada kasus dalam Ujian Nasional, dari LJK yang begitu tipisnya sehingga
mudah rusak, sampai pada soal ujian yang notabene banyak terjadi kesalahan di
mana-mana. Dan masih banyak kasus-kasus lain yang menjadi persoalan dalam
pelaksanaan Ujian Nasional.
Tidak hanya itu, dengan di
adakannya Ujian Nasional juga tidak dapat menjamin siswanya agar bisa meraih
masa depan yang cemerlang. Hal itu dapat dibuktikan dari realita dan fakta yang
ada. Sebagai contoh, seorang siswa yang pintar dalam semua mata pelajaran di
sekolahnya, belum tentu lulus dalam Ujian Nasional, karena lembar jawab
diperiksa oleh komputer. Siswa yang sudah mendapat kontrak pekerjaan dari suatu
perusahaan, juga belum tentu lulus dalam melaksanakan Ujian Nasional. Begitu
pula dengan siswa yang sudah mendapatkan beasiswa dari sebuah Universitas. Kita
juga bisa melihat, betapa banyak siswa yang sudah lulus dengan nilai baik, namun
tak kunjung mendapatkan sebuah pekerjaan, dan banyak juga yang tidak bisa
memasuki Perguruan Tinggi yang diinginkan.
Dari sini, masyarakat mulai banyak
yang resah, terutama di kalangan paea pelajar. Begitu juga para pengajar-pengajar,
serta akademisi-akademisi, banyak dari mereka yang merasa dilema dengan Ujian
Nasional. Pada akhirnya timbul berbagai macam polemik yang kemudian membentuk
sebuah opini pada mereka yang mengatakan “masih pantaskah Ujian Nasional untuk
dipertahankan?”
0 comments:
Post a Comment