Saturday, 25 May 2013


UN, Pantaskah untuk di Pertahankan?
Tanggal 18 April 2013, Ujian Nasional tingkat SMA dilaksanakan. Hampir semua guru yang memegang mata pelajaran yang diujikan, mempersiapkan siswa maupun siswinya dengan berbagai pembekalan sejak beberapa bulan sebelun Ujian Nasional dilaksanakan. Hal itu dilakukan, untuk meminimalisir adanya ketidaklulusan pada siswa maupun siswinya. Namun demikian, terdapat juga faktor-faktor lain yang menyebabkan ketidaklulusan pada siswa.
Ujian Nasional yang seharusnya dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, ternyata menuai kegagalan. Pasalnya, banyak sekolah-sekolah yang belum bisa melaksanakan Ujian Nasional pada hari itu juga. Hal tersebut disebabkan karena adanya praktik kecurangan pada soal UN itu sendiri, yang mengakibatkan kesulitan pada siswa dalam mengikuti Ujian Nasional.
Ujian Nasional bagi peserta didik merupakan sebuah pencapaian atau sebuah titik di mana siswa akan menguji seluruh kemampuannya atas kegiatan belajar yang telah ditempuh selama 3 tahun. Bagi siswa, mengikuti Ujian Nasional adalah suatu kewajiban, agar bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi atau sekedar untuk mencari pekerjaan.
Namun demikian, dengan tidak mengesampingkan perannya sebagai guru, Ujian Nasional juga mengambil hak seorang guru. Ketika seorang guru telah mengajar muridnya selama 3 tahun katakanlah, maka yang bisa mengukur kemampuan dan kelulusan siswanya adalah guru itu sendiri, bukan pemerintah. Sedangkan Ujian Nasional ditentukan oleh pihak pemerintah.
Tahun ini, Ujian Nasional berlangsung secara tidak serentak. Hal ini berimbas pada siswa yang menjadi peserta dalam ujian. Akibatnya, banyak siswa yang mengalami tekanan pada mentalnya, yang pada akhirnya siswa semakin merasa stress. Hal itu berdampak pada siswa dalam mengerjakan soal Ujian Nasional, yang nantinya akan menentukan lulus atau tidaknya siswa tersebut.
Memang, Ujian Nasional merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita terhadap negara lain. Namun, di sisi lain, di dalam Ujian Nasional itu sendiri, terdapat banyak persoalan yang masih dan perlu untuk diperbincangkan lagi. Kita tentu masih ingat, pada tahun 2008, banyak sekali siswa yang tidak lulus, bahkan sampai ada yang mengalami gangguan jiwa karena tidak lulus dalam Ujian Nasional.
Kemudian, pada tahun 2011, terjadinya kebocoran pada soal Ujian Nasional, sehingga banyak sekali siswa yang membelinya seharga 2 juta per kategori soal, yang kemudian menjadikan perhelatan panjang di kalangan pemerintah dengan pihak percetakan. Tahun 2013 ini, ketika kelulusan sudah diserahkan kepada pihak sekolah, ternyata masih saja ada kasus dalam Ujian Nasional, dari LJK yang begitu tipisnya sehingga mudah rusak, sampai pada soal ujian yang notabene banyak terjadi kesalahan di mana-mana. Dan masih banyak kasus-kasus lain yang menjadi persoalan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.
Tidak hanya itu, dengan di adakannya Ujian Nasional juga tidak dapat menjamin siswanya agar bisa meraih masa depan yang cemerlang. Hal itu dapat dibuktikan dari realita dan fakta yang ada. Sebagai contoh, seorang siswa yang pintar dalam semua mata pelajaran di sekolahnya, belum tentu lulus dalam Ujian Nasional, karena lembar jawab diperiksa oleh komputer. Siswa yang sudah mendapat kontrak pekerjaan dari suatu perusahaan, juga belum tentu lulus dalam melaksanakan Ujian Nasional. Begitu pula dengan siswa yang sudah mendapatkan beasiswa dari sebuah Universitas. Kita juga bisa melihat, betapa banyak siswa yang sudah lulus dengan nilai baik, namun tak kunjung mendapatkan sebuah pekerjaan, dan banyak juga yang tidak bisa memasuki Perguruan Tinggi yang diinginkan.
Dari sini, masyarakat mulai banyak yang resah, terutama di kalangan paea pelajar. Begitu juga para pengajar-pengajar, serta akademisi-akademisi, banyak dari mereka yang merasa dilema dengan Ujian Nasional. Pada akhirnya timbul berbagai macam polemik yang kemudian membentuk sebuah opini pada mereka yang mengatakan “masih pantaskah Ujian Nasional untuk dipertahankan?”



0 comments:

Post a Comment