Faktor-Faktor Yang Dapat Melemahkan Validitas - Validitas, dalam pengertiannya yang paling umum, adalah ketepatan
dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya sejauhmana skala
itu mampu mengukur atribut yang ia dirancang untuk mengukurnya. Skala yang
hanya mampu mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru
mengukur atribut lain, dikatakan sebagai skala yang tidak valid. Karena
validitas sangat erat berkaitan dengan tujuan ukur, maka setiap skala hanya
dapat menghasilkan data yang valid untuk satu tujuan ukur pula.
Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh
setiap skala. Apakah suatu skala berguna atau tidak sangat ditentukan oleh
tingkat validitasnya. Oleh karena itu, sejak tahap awal perancangan skala sampai
dengan tahap administrasi dan pemberian skornya, usaha-usaha untuk menegakkan
validitasharus selalu dilakukan. Dalam rangka itulah perancang skala perlu
mengenali beberapa faktor yang dapat mengancam validitas skala psikologi.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.
Identifikasi kawasan ukur yang tidak cukup jelas
Untuk
mengukur “sesuatu” maka sesuatu itu harus dikenali terlebih dahulu dengan baik.
Apabila atribut psikologi sebagai tujuan ukur tidak diidentifikasikan dengan
benar maka perancang skala hanya memiliki gambaran yang kabur mengenai apa yang
sebenarnya hendak diukurnya dan, pada gilirannya, ia tak mungkin akan mampu
menulis aitem-aitem yang tepat untuk mengungkap respons yang diinginkan.
Kekaburan tujuan ukur ini disebabkan perancang skala tidak mengenali dengan
baik batas-batas atau definisi yang tepat mengenai kawasan (domain)
atribut yang hendak diukur. Akibatnya kawasan ukur yang diinginkan menjadi
tumpang-tindih (overlap) dengan kawasan ukur atribut lain sehingga skala
yang nantinya dihasilkan ternyata mengukur banyak hal yang tidak relevan dengan
tujuan semula. Ketidaktepatan identifikasi kawasan ukur dapat pula menyebabkan
skala menjadi tidak cukup komprehensif dalam mengungkap atribut yang
dikehendaki. Hal itu terjadi dikarenakan sebagian dari komponen atau dimensi
yang ikut membangun teori mengenai atribut yang bersangkutan tidak ikut
teridentifikasikan.
2.
Operasionalisasi konsep yang tidak tepat
Kejelasan
konsep mengenai atribut yang hendak diukur memungkinkan perumusan
indikator-indikator perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya atribut yang
bersangkutan. Rumusan indikator perilaku berangkat dari operasinalisasi konsep
teoretik mengenai komponen-komponen atau dimensi-dimensi atribut yang
bersangkutan menjadi rumusan yang terukur (measureable). Apabila
perumusan ini tidak cukup operasional, atau masih menimbulkan penafsiran ganda
mengenai bentuk perilaku yang diinginkan, atau sama sekali tidak mencerminkan
konsep yang akan diukur, maka akan melahirkan aitem-aitem yang tidak valid.
Pada gilirannya, aitem-aitem yang tidak valid tidak akan menjadi skala yang
valid.
3.
Penulisan aitem yang tidak mengikuti kaidah
Aitem-aitem
yang maksudnya sukar dimengerti oleh pihak responden karena terlalu panjang
atau karena kalimatnya tidak benar secara tata bahasa, yang mendorong responden
untuk memilih jawaban tertentu saja, yang memancing reaksi negatif dari
responden, yang mengandung unsur muatan social desirability tinggi, dan
yang memiliki cacat semacamnya dihasilkan dari proses penulisan aitem yang
mengabaikan kaidah-kaidah standar. Aitem-aitem seperti itu tidak akan berfungsi
sebagaimana diharapkan.
4.
Administrasi skala yang tidak berhati-hati
Skala
yang isinya telah dirancang dengan baik dan aitem-aitemnya sudah ditulis dengan
cara yang benar namun disajikan atau diadministrasikan pada responden dengan
sembarangan tidak akan dapat menghasilkan data yang valid mengenai keadaan
responden. Administrasi skala memerlukan persiapan dan antisipasi dari pihak
penyaji. Beberapa di antara banyak hal yang berkaitan dengan kehati-hatian
administrasi ini adalah:
a.
Kondisi
penampilan skala (validitas tampang)
Skala
psikologi bukan sekadar kumpulan aitem-aitem yang diberkas menjadi satu. Dari
segi penampilan, skala psikologi harus dikemas dalam bentuk yang berwibawa
sehingga mampu menimbulkan respek dan apresiasi dari respondennya. Sekalipun
harus tetap tampil sederhana, namun skala psikologi perlu dikemas indah,
dikemas atau dicetak jelas dengan pilihan huruf yang tepat, dicetak dengan tata
letak (lay-out) yang menarik, dan menggunakan desain lembar jawaban yang
dapat memudahkan responden dalam memberikan jawaban. Penampilan skala yang
anggun akan memotivasi responden untuk memberikan jawaban dengan serius
sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang valid.
b.
Kondisi
subjek
Skala
psikologi harus disajikan hanya pada subjek yang kondisinya (secara fisik dan
psikologis) memenuhi syarat. Jangan mengharapkan jawaban yang valid apabila
responden harus membaca dan menjawab skala dalam keadaan sakit, lelah,
tergesa-gesa, tidak berminat, merasa terpaksa, dan semacamnya.
c.
Kondisi
testing
Situasi
tempat administrasi skala itu berpengaruh terhadap hasil yang didapat dari
penyajian skala. Ruangan yang terlalu sempit, suasana sekitar yang bising,
tempat duduk yang tidak nyaman, penerangan yang kurang, atau kehadiran orang
ketiga didekat responden akan berpengaruh besar terhadap perilaku responden.
5.
Pemberian skor yang tidak tepat
Sekalipun
disediakan “kunci” skoring, kadang-kadang terjadi kesalahan dari ihak pemberi
skor karena cara penggunaan kunci yang keliru atau karena salah dalam
penjumlahan skor. Pada beberapa skala yang menggunakan konversi skor, dapat
terjadi kesalahan sewaktu mengubah skor menjadi skor derivasi karena salah
lihat pada tabel konversi.
6.
Interpretasi yang keliru
Penafsiran
hasil ukur skala merupakan bagian dari proses diagnosis psikologi yang teramat
penting. Bagaimana pun baiknya fungsi ukur suatu skala apabila
diinterpretasikan secara tidak benar tentu akan sia-sia. Kesimpulan mengenai
individu atau kelompok individu akan tidak tepat.
Tedapat banyak faktor yang dapat menyebabkan rendahnya validitas
hasil ukur skala psikologi yang harus diwaspadai. Jelaslah bahwa validitas
hasil ukur skala psikologi tidak semata-mata tergantung pada pihak penyusun
skala melainkan ikut ditentukann pula oleh pihak pemakainya.
ARTIKEL TERKAIT:
Meskipun dalam pemakaian sehari-hari banyak praktisi pengukuran
maupun peneliti yang menukar pakaikan saja istilah angket dan istilah skala
namun perlu difahami bahwa sebagai sesama alat pengumpulan data kedua istilah
tersebut sebenarnya mengandung perbedaan makna. BACA SELENGKAPNYA.
Sebagai alat ukur, skala psikologi memilik karakteristik khusus
yang membedakannya dari berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti
angket (questionnaire), daftar isian, inventori, dan lain-lainnya.
Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala disamakan
saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan instrumen ukur)
umumnya istilah tes digunakan BACA SELENGKAPNYA.
0 comments:
Post a Comment