Wednesday 2 April 2014


Faktor-Faktor Yang Dapat Melemahkan Validitas Validitas, dalam pengertiannya yang paling umum, adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya sejauhmana skala itu mampu mengukur atribut yang ia dirancang untuk mengukurnya. Skala yang hanya mampu mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru mengukur atribut lain, dikatakan sebagai skala yang tidak valid. Karena validitas sangat erat berkaitan dengan tujuan ukur, maka setiap skala hanya dapat menghasilkan data yang valid untuk satu tujuan ukur pula.
Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala. Apakah suatu skala berguna atau tidak sangat ditentukan oleh tingkat validitasnya. Oleh karena itu, sejak tahap awal perancangan skala sampai dengan tahap administrasi dan pemberian skornya, usaha-usaha untuk menegakkan validitasharus selalu dilakukan. Dalam rangka itulah perancang skala perlu mengenali beberapa faktor yang dapat mengancam validitas skala psikologi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.      Identifikasi kawasan ukur yang tidak cukup jelas
Untuk mengukur “sesuatu” maka sesuatu itu harus dikenali terlebih dahulu dengan baik. Apabila atribut psikologi sebagai tujuan ukur tidak diidentifikasikan dengan benar maka perancang skala hanya memiliki gambaran yang kabur mengenai apa yang sebenarnya hendak diukurnya dan, pada gilirannya, ia tak mungkin akan mampu menulis aitem-aitem yang tepat untuk mengungkap respons yang diinginkan. Kekaburan tujuan ukur ini disebabkan perancang skala tidak mengenali dengan baik batas-batas atau definisi yang tepat mengenai kawasan (domain) atribut yang hendak diukur. Akibatnya kawasan ukur yang diinginkan menjadi tumpang-tindih (overlap) dengan kawasan ukur atribut lain sehingga skala yang nantinya dihasilkan ternyata mengukur banyak hal yang tidak relevan dengan tujuan semula. Ketidaktepatan identifikasi kawasan ukur dapat pula menyebabkan skala menjadi tidak cukup komprehensif dalam mengungkap atribut yang dikehendaki. Hal itu terjadi dikarenakan sebagian dari komponen atau dimensi yang ikut membangun teori mengenai atribut yang bersangkutan tidak ikut teridentifikasikan.
2.      Operasionalisasi konsep yang tidak tepat
Kejelasan konsep mengenai atribut yang hendak diukur memungkinkan perumusan indikator-indikator perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya atribut yang bersangkutan. Rumusan indikator perilaku berangkat dari operasinalisasi konsep teoretik mengenai komponen-komponen atau dimensi-dimensi atribut yang bersangkutan menjadi rumusan yang terukur (measureable). Apabila perumusan ini tidak cukup operasional, atau masih menimbulkan penafsiran ganda mengenai bentuk perilaku yang diinginkan, atau sama sekali tidak mencerminkan konsep yang akan diukur, maka akan melahirkan aitem-aitem yang tidak valid. Pada gilirannya, aitem-aitem yang tidak valid tidak akan menjadi skala yang valid.
3.      Penulisan aitem yang tidak mengikuti kaidah
Aitem-aitem yang maksudnya sukar dimengerti oleh pihak responden karena terlalu panjang atau karena kalimatnya tidak benar secara tata bahasa, yang mendorong responden untuk memilih jawaban tertentu saja, yang memancing reaksi negatif dari responden, yang mengandung unsur muatan ­social desirability tinggi, dan yang memiliki cacat semacamnya dihasilkan dari proses penulisan aitem yang mengabaikan kaidah-kaidah standar. Aitem-aitem seperti itu tidak akan berfungsi sebagaimana diharapkan.
4.      Administrasi skala yang tidak berhati-hati
Skala yang isinya telah dirancang dengan baik dan aitem-aitemnya sudah ditulis dengan cara yang benar namun disajikan atau diadministrasikan pada responden dengan sembarangan tidak akan dapat menghasilkan data yang valid mengenai keadaan responden. Administrasi skala memerlukan persiapan dan antisipasi dari pihak penyaji. Beberapa di antara banyak hal yang berkaitan dengan kehati-hatian administrasi ini adalah:

a.       Kondisi penampilan skala (validitas tampang)
Skala psikologi bukan sekadar kumpulan aitem-aitem yang diberkas menjadi satu. Dari segi penampilan, skala psikologi harus dikemas dalam bentuk yang berwibawa sehingga mampu menimbulkan respek dan apresiasi dari respondennya. Sekalipun harus tetap tampil sederhana, namun skala psikologi perlu dikemas indah, dikemas atau dicetak jelas dengan pilihan huruf yang tepat, dicetak dengan tata letak (lay-out) yang menarik, dan menggunakan desain lembar jawaban yang dapat memudahkan responden dalam memberikan jawaban. Penampilan skala yang anggun akan memotivasi responden untuk memberikan jawaban dengan serius sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang valid.
b.      Kondisi subjek
Skala psikologi harus disajikan hanya pada subjek yang kondisinya (secara fisik dan psikologis) memenuhi syarat. Jangan mengharapkan jawaban yang valid apabila responden harus membaca dan menjawab skala dalam keadaan sakit, lelah, tergesa-gesa, tidak berminat, merasa terpaksa, dan semacamnya.
c.       Kondisi testing
Situasi tempat administrasi skala itu berpengaruh terhadap hasil yang didapat dari penyajian skala. Ruangan yang terlalu sempit, suasana sekitar yang bising, tempat duduk yang tidak nyaman, penerangan yang kurang, atau kehadiran orang ketiga didekat responden akan berpengaruh besar terhadap perilaku responden.
5.      Pemberian skor yang tidak tepat
Sekalipun disediakan “kunci” skoring, kadang-kadang terjadi kesalahan dari ihak pemberi skor karena cara penggunaan kunci yang keliru atau karena salah dalam penjumlahan skor. Pada beberapa skala yang menggunakan konversi skor, dapat terjadi kesalahan sewaktu mengubah skor menjadi skor derivasi karena salah lihat pada tabel konversi.
6.      Interpretasi yang keliru
Penafsiran hasil ukur skala merupakan bagian dari proses diagnosis psikologi yang teramat penting. Bagaimana pun baiknya fungsi ukur suatu skala apabila diinterpretasikan secara tidak benar tentu akan sia-sia. Kesimpulan mengenai individu atau kelompok individu akan tidak tepat.

Tedapat banyak faktor yang dapat menyebabkan rendahnya validitas hasil ukur skala psikologi yang harus diwaspadai. Jelaslah bahwa validitas hasil ukur skala psikologi tidak semata-mata tergantung pada pihak penyusun skala melainkan ikut ditentukann pula oleh pihak pemakainya.

ARTIKEL TERKAIT:

Meskipun dalam pemakaian sehari-hari banyak praktisi pengukuran maupun peneliti yang menukar pakaikan saja istilah angket dan istilah skala namun perlu difahami bahwa sebagai sesama alat pengumpulan data kedua istilah tersebut sebenarnya mengandung perbedaan makna. BACA SELENGKAPNYA.

Sebagai alat ukur, skala psikologi memilik karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian, inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan instrumen ukur) umumnya istilah tes digunakan BACA SELENGKAPNYA.


0 comments:

Post a Comment