Wednesday 5 February 2014


Orientasi Faktor Penguat Dalam Psikologi SosialSalah satu aliran yang besar pengaruhnya dalam psikologi adalah aliran Behaviorisme. Aliran ini didirikan pada tahun 1913 di Amerika Serikat oleh J.B. Watson (1878 – 1958). J.B. Watson berpendapat bahwa agar psikologi dapat tetap ilmiah, maka ia harus obyektif dan agar ia tetap obyektif ia hanya dapat mempelajari tingkah laku – tingkah laku yang tampak mata (Overt). Konsep – konsep yang subyektif seperti perasaan, emosi, penghayatan, kehendak dan sebagainya harus dihindarkan.
Sebagai konsekuensi dari pandangannya itu, maka Watson memusatkan dirinya untuk mempelajari hubungan rangsang dan tingkah laku balasannya. Ia mendapatkan bahwa setiap tingkah laku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau balasan (response) terhadap rangsang (stimulus), karena itu rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku. Bahkan ia sampai pada kesimpulan bahwa setiap tingkah laku ditentukan atau diatur oleh rangsang. Teori yang mementingkan hubungan rangsang dan tingkah laku balasan ini disebut teori rangsang balas (stimulus-response theory).
Teori rangsang balas sebenarnya tidak dimulai oleh Watson sendiri. Pada waktu – waktu sebelum Watson sudah ada sarjana – sarjana lain seperti I.P. Pavlov (1849-1936) dan V.M. Bechterev (1857-1927) di Rusia dan E.L. Thomdike (1874-1949) di Amerika Serikat yang sudah mengajukan teori rangsang balas ini. Bechteren mengajukan teori tingkah laku instrumental (instrumentally of  behavior) atau teori belajar menghindar dan menjauh (avoidance and escape learning) (Bechteren, 1908). Pavlov mengembangkan Hukum Penguat (Law of Reinforcement) (Kimble, 1967) dan Thomdike mengemukakan hukum efek (Law of Effect) dan hukum latihan (Law of Excercise) (Thomdike, 1913). Prinsip dan teori – teori dan hukum – hukum tersebut adalah :
Kalau rangsang memberikan akibat yang positif atau memberi ganjaran (rewarding), maka tingkah laku balas terhadap rangsang tersebut akan diulangi pada kesmpatan lain di mana rangsang yang sama timbul. Sebaliknya, kalau rangsang memberi akibat negatif (menghukum, “punishing”), hubungan rangsang balas itu akan dihindari pada kesempatan lain.
Peranan J.B. Watson dalam perkembangan teori rangsang balas adalah mengukuhkannya ke dalam suatu aliran yang diberinya nama aliran Behaviorisme. Pengukuha itu dilakukannya dengan mengmukakan suatu kertas kerja berjudul “Psychology as the behaviorist view it” (Watson, 1913). Dalam aliran inilah teori rangsang-balas ini berkembang dengan pesat.
Di antara teori – teori rangsang-balas yang berkembang dalam behaviorisme, terdapat dua pendapat yang berbeda yang masing – masing kemudian tumbuh menjadi paham sendiri – sendiri, masing – masing dengan pengikut – pengikutnya sendiri pula. Pendapat pertama disebut sebagai pendapat yang berorientasi “mediational” dengan tokohnya C.I. Hull (1884-1952), sedangkan pendapat kedua berorientasi “operant” dengan tokohnya B.F. Skinner. Perbedaan utama antara kedua pandangan ini adalah bahwa Skinner dan kawan – kawan benar – benar hanya mementingkan rangsang dan tingkah laku balas yang tampak mata (nyata), sedangkan kelompok Hull masih mengakui adanya proses yang tidak nampak mata dalam diri individu antara yang diterimanya rangsang dan dilakukannya tingkah laku balas. Proses tersembunyi yang terjadi dalam diri individu itu disebut proses internal, yang dibedakan dari proses eksternal yang tampak mata. Secara skematis pendapat Hull dapat digambarkan sebagai berikut :
R ˗ b ˗ r ˗ B,
di mana :
R    =     rangsang nyata.
b     =     tingkah laku balas yang tersembunyi antara lain berupa penginderaan terhadap R.
r      =     rangsang tersembunyi antara lain berupa impuls – impuls yang datang dari otak ditujukan kepada otot – otot dan kelenjar – kelenjar.
B    =     tingkah laku balas nyata, berupa gerakan otot atau sekresi dari kelenjar – kelanjar tubuh.
Pada pandangan Skinner yang tidak mementingkan b dan r, maka skema itu menjadi : R ˗ B.

Beberapa Istilah Dan Pengertian
Pengertian pertama yang harus dijelaskan adalah rangsang (stimulus). Yang di maksud dengan rangsang adalah peristiwa baik yang terjadi di luar maupun di dalam tubuh kita (misalnya perut yang kosong atau otot yang ngilu) yang memungkinkan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya rangsang itu disebut tingkah laku-balas (response).
Hubungan rangsang-balas yang sudah sangat kuat akan menimbulkan “refleks”, yaitu tingkah laku-balas yang dengan sendirinya timbul bila terjadi suatu rangsang tertentu. Refleks ini dalam teori – teori rangsang-balas merupakan dasar dari proses belajar.
Dari pengertian – pengertian dasar tersebut, Skinner mengemukakan 3 fungsi dari rangsang yang diberinya istilah pembangkitan (elicitation), diskriminasi (discrimination) dan penguat (reinforcement). Dengan pembangkitan dimaksudkannya rangsang yang langsung menimbulkan tingkah laku-balas, misalnya makanan langsung menimbulkan air liur pada orang atau hewan yang melihatnya. Pada rangsang diskriminasi, tingkah laku balas tidak segera timbul, karena rangsang itu hanya merupakan pertanda akan datangnya rangsang pembangkit. Misalnya seseorang mendengar suara penjaja makanan. Suara itu merupakan tanda bahwa ada makanan pada penjaja tersebut. Orang yang mendengar suara itu tidak langsung mengeluarkan air liurnya. Baru setelah ia melihat makanan tersebut, keluarlah air liurnya. Pada rangsang penguat fungsi rangsang adalah untuk memperkuat atau memperlemah tingkah laku-balas yang timbul. Misalnya : seorang anak belajar, ternyata ia mendapatpujian dari orang tuanya dan gurunya sehingga ia makin giat belajar. Pujian itu merupakan rangsang penguat. Sebaliknya kalau anak itu mencuri, ia mendapat hukuman sehingga ia tidak mau mencuri lagi. Hukuman disini juga merupakan rangsang – rangsanga penguat (dalam hal ini disebut penguat-negatif) karena memperkuat hambatan untuk timbulnya tingkah laku mencuri.
Istilah yang juga sering digunakan dalam teori – teori rangsang-balas adalah dorongan (drive). Kaum mediationist (Hull dan kawan – kawan) sangat mementingkan konsep ini. Menurut mereka dorongan adalah semacam energi (daya) yang mengarahkan individu kepada pilihan tingkah laku tertentu. Pilihan – pilihan tingkah laku ini ditimbulkan oleh kebutuhan (need).
Dengan demikian kebutuhan dan dorongan merupakan variabel – variabel (faktor – faktor) yang ada antara rangsang dan tingkah laku-balasnya. Serignkali kebutuhan dan dorongan berjalan searah, misalnya seseorang melihat pakaian di toko, kebetulan ia membutuhkan pakaian, maka timbullah dorongan untuk membeli pakaian, sehingga akhirnya ia membeli pakaian tersebut. Tetapi adakalanya dorongan tidak sejalan dengan kebutuhan. Hull memberi contoh seekor binatangyang kehausan di tengah padang pasir. Beberapa langkah di depannya terdapat mata air. Binatang itu sangat membutuhkan air, etapi ia tidak mempunyai dorongan lagi untuk minum air tersebut.
Selanjutnya tentang dorongan ini, Dollard dan Miller (1950) yang sepaham dengan Hull mengemukakan bahwa ada 2 jenis dorongan pada manusia yaitu dorongan primer dan dorongan sekunder. Dorongan primer adalah dorongan bawaan seperti lapar, haus, sakit dan seks. Dorongan sekunder adalah dorongan – dorongan yang bersifat sosial yang dipelajari, seperti misalnya dorongan untuk mendapatkan upah, pujian atau sejenis makanan tertentu.
Dalam pada itu Skinner tidak menganggap penting konsep tentang “dorongan” ini. Konsep ini menurut Skinner hanya merupakan istilah yang menggambarkan kuat-lemahnya suatu tingkah laku tertentu. Makin kuat tingkah laku itu, berari makin kuat pula dorongan tingkah laku itu. Dengan demikian dorongan itu sendiri tidak mempunyai peran penting dalam proses rangsang-balas. Tetapi kekuatan tingkah laku juga lebih dapat diukur oleh Skinner dengan menggunakan patokan – patokan yang nyata seperti sering-jarangnya suatu tingkah laku dilakukan (makin sering, makin kuat), cepat-lambatnya suatu gerakan, tinggi-rendahnya nada suara dan sebagainya. Jadi konsep “dorongan” memang kurang berarti buat Skinner.
Konsep – konsep lain yang sering dikemukakan teori – teori rangsang-balas adalah penyamarataan (generalization) dan diskriminasi (discrimination). Dengan penyamarataan dimaksudkan suatu proses di mana sebuah rangsang menimbulkan balas yang pernah dipelajari dari rangsang lain yang serupa atau hampir serupa. Misalnya : seorang anak kecil melihat ibunya, ia mengatakan, “perempuan”, ternyata ia mendapat pujian. Kemudian ia melihat kakak perempuannya, dan ia menyatakan lagi “perempuan”. Ia mendapat pujian lagi. Selanjutnya waktu ia melihat bibinya, ia menyatakan juga : “perempuan”. Lama-kelamaan ia tahu bahw semua orang yang mempunyai ciri – ciri seperti ibunya disebut perempuan. Sebaliknya, diskriminasi berarti timbulnya tingkah laku-balas yang berbeda terhadap rangsang yang berbeda – beda pula. Misalnya : seorang anak kecil memanggil “mama” juga kepada kakak perempuan , bibi dan suster yang merawatnya. Ternyata setiap kali ia memanggil “mama” kepada orang yang bukan ibunya ia dimarahi atau dicela. Akhirnya ia tahu bahwa ia hanya bisa melakukan tingkah laku-balas “mama” kalau ia melihat ibunya.
Proses penyamarataan dan diksriminasi diakui sebagai bagian yang penting sekali dalam proses belajar, khususnya dalam mempelajari bahasa pada anak – anak kecil. Dengan penyamarataan dan diskriminasi ini pula orang beradaptasi pada lingkungannya. Baik Hull maupun Skinner sama pendapatnya dalam hal ini, dan mereka pun sama berpendapatbahwa faktor yang paling menentukan dalam proses penyamarataan dan diskriminasi adalah faktor penguat (reinforcement). Pada proses penyamarataan, suatu tingkah laku tertentu yang dilakukan terhadap beberapa rangsang yang hampir serupa, mendapat penguat positif yang sama, sedangkan pada proses diskriminasi penguat positif itu hanya terjadi kalau suatu tingkah laku-balas tertentu ditujukan pada suatu rangsang tertentu saja. Secara skematis proses penyamarataan dan diskriminasi dapat digambarkan sebagai berikut :
PENYAMARATAAN
RANGSANG
BALAS
PENGUAT
R1
B1
+
R2
B1
+
R3
B1
+
R4
B1
+

DISKRIMINASI
RANGSANG
BALAS
PENGUAT
R1
B1
+
R2
B1
R3
B1
R4
B1

Dalam skema di atas dapatlah dilihat bahwa ada dua jenis penguat, yaitu positif dan negatif. Penguat positif memperkuat timbulnya tingkah laku-balas tertentu (B1), sedangkan penguat negatif  justru mencegah timbulnya tingkah laku-balas tersebut (B1). Di dalam laboratorium rangsang – rangsang penguat ini bisa diatur timbulnya sesuai dengan tujuan penelitian, tetapi dalam kehidupan sehari – hari rangsang – rangsang penguat yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat tidak dapat diatur (uncontrolled). Dalam hal – hal tertentu ia selalu muncul terhadap tingkah laku tertentu (total reinforcement) tetapi ada kalanya ia hanya kadang – kadang muncul dan kadang – kadang tidak (partial reinforcement). Jika rang penguat hanya kadang – kadang muncul (total reinforcement), maka ada kemungkinan terjadi penghapusan (extinction) dari tingkah laku-balas yang pernah timbul, yaitu jika frekuensi rangsang penguat tidak cukup untuk memperkuat suatu tingkah laku-balas tertentu. Cepat lambatnya suatu tingkah laku terhapus atau hilang bila rangsang penguat tidak muncul menunjukkan ukuran terhadap kuat lemahnya tingkah laku dan sebagainya.

Artikel Terkait :
Teori rangsang-balas (stimulus-response theory) yang sering juga disebut sebagai teori penguat (reinforcement-theory) dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial. Yang di maksud sikap di sini adalah kecendurang atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu. BACA SELENGKAPNYA.

0 comments:

Post a Comment