Orientasi Faktor Penguat Dalam Psikologi Sosial - Salah satu aliran yang besar pengaruhnya dalam psikologi adalah
aliran Behaviorisme. Aliran ini didirikan pada tahun 1913 di Amerika Serikat
oleh J.B. Watson (1878 – 1958). J.B. Watson berpendapat bahwa agar psikologi
dapat tetap ilmiah, maka ia harus obyektif dan agar ia tetap obyektif ia hanya
dapat mempelajari tingkah laku – tingkah laku yang tampak mata (Overt). Konsep
– konsep yang subyektif seperti perasaan, emosi, penghayatan, kehendak dan
sebagainya harus dihindarkan.
Sebagai konsekuensi dari pandangannya itu, maka Watson memusatkan
dirinya untuk mempelajari hubungan rangsang dan tingkah laku balasannya. Ia
mendapatkan bahwa setiap tingkah laku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau
balasan (response) terhadap rangsang (stimulus), karena itu
rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku. Bahkan ia sampai pada kesimpulan
bahwa setiap tingkah laku ditentukan atau diatur oleh rangsang. Teori yang mementingkan
hubungan rangsang dan tingkah laku balasan ini disebut teori rangsang balas (stimulus-response
theory).
Teori rangsang balas sebenarnya tidak dimulai oleh Watson sendiri.
Pada waktu – waktu sebelum Watson sudah ada sarjana – sarjana lain seperti I.P.
Pavlov (1849-1936) dan V.M. Bechterev (1857-1927) di Rusia dan E.L. Thomdike
(1874-1949) di Amerika Serikat yang sudah mengajukan teori rangsang balas ini.
Bechteren mengajukan teori tingkah laku instrumental (instrumentally of behavior) atau teori belajar menghindar
dan menjauh (avoidance and escape learning) (Bechteren, 1908). Pavlov
mengembangkan Hukum Penguat (Law of Reinforcement) (Kimble, 1967) dan
Thomdike mengemukakan hukum efek (Law of Effect) dan hukum latihan (Law
of Excercise) (Thomdike, 1913). Prinsip dan teori – teori dan hukum – hukum
tersebut adalah :
Kalau rangsang memberikan akibat yang positif atau memberi ganjaran
(rewarding), maka tingkah laku balas terhadap rangsang tersebut akan
diulangi pada kesmpatan lain di mana rangsang yang sama timbul. Sebaliknya,
kalau rangsang memberi akibat negatif (menghukum, “punishing”), hubungan
rangsang balas itu akan dihindari pada kesempatan lain.
Peranan J.B. Watson dalam perkembangan teori rangsang balas adalah
mengukuhkannya ke dalam suatu aliran yang diberinya nama aliran Behaviorisme.
Pengukuha itu dilakukannya dengan mengmukakan suatu kertas kerja berjudul
“Psychology as the behaviorist view it” (Watson, 1913). Dalam aliran inilah
teori rangsang-balas ini berkembang dengan pesat.
Di antara teori – teori rangsang-balas yang berkembang dalam
behaviorisme, terdapat dua pendapat yang berbeda yang masing – masing kemudian
tumbuh menjadi paham sendiri – sendiri, masing – masing dengan pengikut –
pengikutnya sendiri pula. Pendapat pertama disebut sebagai pendapat yang
berorientasi “mediational” dengan tokohnya C.I. Hull (1884-1952), sedangkan
pendapat kedua berorientasi “operant” dengan tokohnya B.F. Skinner. Perbedaan
utama antara kedua pandangan ini adalah bahwa Skinner dan kawan – kawan benar –
benar hanya mementingkan rangsang dan tingkah laku balas yang tampak mata
(nyata), sedangkan kelompok Hull masih mengakui adanya proses yang tidak nampak
mata dalam diri individu antara yang diterimanya rangsang dan dilakukannya
tingkah laku balas. Proses tersembunyi yang terjadi dalam diri individu itu
disebut proses internal, yang dibedakan dari proses eksternal yang tampak mata.
Secara skematis pendapat Hull dapat digambarkan sebagai berikut :
R ˗ b ˗ r ˗ B,
di mana :
R = rangsang
nyata.
b = tingkah
laku balas yang tersembunyi antara lain berupa penginderaan terhadap R.
r = rangsang
tersembunyi antara lain berupa impuls – impuls yang datang dari otak ditujukan
kepada otot – otot dan kelenjar – kelenjar.
B = tingkah
laku balas nyata, berupa gerakan otot atau sekresi dari kelenjar – kelanjar
tubuh.
Pada pandangan Skinner yang tidak mementingkan b dan r, maka skema
itu menjadi : R ˗ B.
Beberapa
Istilah Dan Pengertian
Pengertian pertama yang harus dijelaskan adalah rangsang
(stimulus). Yang di maksud dengan rangsang adalah peristiwa baik yang terjadi
di luar maupun di dalam tubuh kita (misalnya perut yang kosong atau otot yang
ngilu) yang memungkinkan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya rangsang itu disebut tingkah laku-balas (response).
Hubungan rangsang-balas yang sudah sangat kuat akan menimbulkan
“refleks”, yaitu tingkah laku-balas yang dengan sendirinya timbul bila terjadi
suatu rangsang tertentu. Refleks ini dalam teori – teori rangsang-balas
merupakan dasar dari proses belajar.
Dari pengertian – pengertian dasar tersebut, Skinner mengemukakan 3
fungsi dari rangsang yang diberinya istilah pembangkitan (elicitation), diskriminasi
(discrimination) dan penguat (reinforcement). Dengan pembangkitan
dimaksudkannya rangsang yang langsung menimbulkan tingkah laku-balas, misalnya
makanan langsung menimbulkan air liur pada orang atau hewan yang melihatnya.
Pada rangsang diskriminasi, tingkah laku balas tidak segera timbul, karena
rangsang itu hanya merupakan pertanda akan datangnya rangsang pembangkit.
Misalnya seseorang mendengar suara penjaja makanan. Suara itu merupakan tanda
bahwa ada makanan pada penjaja tersebut. Orang yang mendengar suara itu tidak
langsung mengeluarkan air liurnya. Baru setelah ia melihat makanan tersebut,
keluarlah air liurnya. Pada rangsang penguat fungsi rangsang adalah untuk
memperkuat atau memperlemah tingkah laku-balas yang timbul. Misalnya : seorang
anak belajar, ternyata ia mendapatpujian dari orang tuanya dan gurunya sehingga
ia makin giat belajar. Pujian itu merupakan rangsang penguat. Sebaliknya kalau
anak itu mencuri, ia mendapat hukuman sehingga ia tidak mau mencuri lagi.
Hukuman disini juga merupakan rangsang – rangsanga penguat (dalam hal ini
disebut penguat-negatif) karena memperkuat hambatan untuk timbulnya tingkah
laku mencuri.
Istilah yang juga sering digunakan dalam teori – teori
rangsang-balas adalah dorongan (drive). Kaum mediationist (Hull dan kawan
– kawan) sangat mementingkan konsep ini. Menurut mereka dorongan adalah semacam
energi (daya) yang mengarahkan individu kepada pilihan tingkah laku tertentu.
Pilihan – pilihan tingkah laku ini ditimbulkan oleh kebutuhan (need).
Dengan demikian kebutuhan dan dorongan merupakan variabel –
variabel (faktor – faktor) yang ada antara rangsang dan tingkah laku-balasnya.
Serignkali kebutuhan dan dorongan berjalan searah, misalnya seseorang melihat
pakaian di toko, kebetulan ia membutuhkan pakaian, maka timbullah dorongan
untuk membeli pakaian, sehingga akhirnya ia membeli pakaian tersebut. Tetapi
adakalanya dorongan tidak sejalan dengan kebutuhan. Hull memberi contoh seekor
binatangyang kehausan di tengah padang pasir. Beberapa langkah di depannya
terdapat mata air. Binatang itu sangat membutuhkan air, etapi ia tidak
mempunyai dorongan lagi untuk minum air tersebut.
Selanjutnya tentang dorongan ini, Dollard dan Miller (1950) yang
sepaham dengan Hull mengemukakan bahwa ada 2 jenis dorongan pada manusia yaitu
dorongan primer dan dorongan sekunder. Dorongan primer adalah dorongan bawaan
seperti lapar, haus, sakit dan seks. Dorongan sekunder adalah dorongan –
dorongan yang bersifat sosial yang dipelajari, seperti misalnya dorongan untuk
mendapatkan upah, pujian atau sejenis makanan tertentu.
Dalam pada itu Skinner tidak menganggap penting konsep tentang
“dorongan” ini. Konsep ini menurut Skinner hanya merupakan istilah yang
menggambarkan kuat-lemahnya suatu tingkah laku tertentu. Makin kuat tingkah
laku itu, berari makin kuat pula dorongan tingkah laku itu. Dengan demikian
dorongan itu sendiri tidak mempunyai peran penting dalam proses rangsang-balas.
Tetapi kekuatan tingkah laku juga lebih dapat diukur oleh Skinner dengan
menggunakan patokan – patokan yang nyata seperti sering-jarangnya suatu tingkah
laku dilakukan (makin sering, makin kuat), cepat-lambatnya suatu gerakan,
tinggi-rendahnya nada suara dan sebagainya. Jadi konsep “dorongan” memang
kurang berarti buat Skinner.
Konsep – konsep lain yang sering dikemukakan teori – teori
rangsang-balas adalah penyamarataan (generalization) dan diskriminasi (discrimination).
Dengan penyamarataan dimaksudkan suatu proses di mana sebuah rangsang
menimbulkan balas yang pernah dipelajari dari rangsang lain yang serupa atau
hampir serupa. Misalnya : seorang anak kecil melihat ibunya, ia mengatakan,
“perempuan”, ternyata ia mendapat pujian. Kemudian ia melihat kakak
perempuannya, dan ia menyatakan lagi “perempuan”. Ia mendapat pujian lagi.
Selanjutnya waktu ia melihat bibinya, ia menyatakan juga : “perempuan”.
Lama-kelamaan ia tahu bahw semua orang yang mempunyai ciri – ciri seperti
ibunya disebut perempuan. Sebaliknya, diskriminasi berarti timbulnya tingkah
laku-balas yang berbeda terhadap rangsang yang berbeda – beda pula. Misalnya :
seorang anak kecil memanggil “mama” juga kepada kakak perempuan , bibi dan
suster yang merawatnya. Ternyata setiap kali ia memanggil “mama” kepada orang
yang bukan ibunya ia dimarahi atau dicela. Akhirnya ia tahu bahwa ia hanya bisa
melakukan tingkah laku-balas “mama” kalau ia melihat ibunya.
Proses penyamarataan dan diksriminasi diakui sebagai bagian yang
penting sekali dalam proses belajar, khususnya dalam mempelajari bahasa pada
anak – anak kecil. Dengan penyamarataan dan diskriminasi ini pula orang
beradaptasi pada lingkungannya. Baik Hull maupun Skinner sama pendapatnya dalam
hal ini, dan mereka pun sama berpendapatbahwa faktor yang paling menentukan
dalam proses penyamarataan dan diskriminasi adalah faktor penguat (reinforcement).
Pada proses penyamarataan, suatu tingkah laku tertentu yang dilakukan
terhadap beberapa rangsang yang hampir serupa, mendapat penguat positif yang
sama, sedangkan pada proses diskriminasi penguat positif itu hanya terjadi
kalau suatu tingkah laku-balas tertentu ditujukan pada suatu rangsang tertentu
saja. Secara skematis proses penyamarataan dan diskriminasi dapat digambarkan
sebagai berikut :
PENYAMARATAAN
|
||
RANGSANG
|
BALAS
|
PENGUAT
|
R1
|
B1
|
+
|
R2
|
B1
|
+
|
R3
|
B1
|
+
|
R4
|
B1
|
+
|
DISKRIMINASI
|
||
RANGSANG
|
BALAS
|
PENGUAT
|
R1
|
B1
|
+
|
R2
|
B1
|
–
|
R3
|
B1
|
–
|
R4
|
B1
|
–
|
Dalam skema di atas dapatlah dilihat bahwa ada dua jenis penguat,
yaitu positif dan negatif. Penguat positif memperkuat timbulnya tingkah
laku-balas tertentu (B1), sedangkan penguat negatif justru mencegah timbulnya tingkah laku-balas
tersebut (B1). Di dalam laboratorium rangsang – rangsang penguat ini bisa
diatur timbulnya sesuai dengan tujuan penelitian, tetapi dalam kehidupan sehari
– hari rangsang – rangsang penguat yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat
tidak dapat diatur (uncontrolled). Dalam hal – hal tertentu ia selalu
muncul terhadap tingkah laku tertentu (total reinforcement) tetapi ada
kalanya ia hanya kadang – kadang muncul dan kadang – kadang tidak (partial
reinforcement). Jika rang penguat hanya kadang – kadang muncul (total
reinforcement), maka ada kemungkinan terjadi penghapusan (extinction)
dari tingkah laku-balas yang pernah timbul, yaitu jika frekuensi rangsang
penguat tidak cukup untuk memperkuat suatu tingkah laku-balas tertentu. Cepat
lambatnya suatu tingkah laku terhapus atau hilang bila rangsang penguat tidak
muncul menunjukkan ukuran terhadap kuat lemahnya tingkah laku dan sebagainya.
Artikel Terkait :
Teori rangsang-balas (stimulus-response theory) yang sering
juga disebut sebagai teori penguat (reinforcement-theory) dapat
digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial. Yang di maksud
sikap di sini adalah kecendurang atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu. BACA SELENGKAPNYA.
0 comments:
Post a Comment