Teori Rangsang-Balas Untuk Menerangkan Sikap - Teori rangsang-balas (stimulus-response theory) yang sering
juga disebut sebagai teori penguat (reinforcement-theory) dapat
digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial. Yang di maksud
sikap di sini adalah kecendurang atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang
mempunyai sikap positif terhadap makanan pedas, akan selalu mengambil atau
membeli dan makan setiap kali ia menemui makanan pedas. Sebaliknya orang
bersikap negatif terhadap makanan pedas selalu akan menghindar kalau ia
menjumpai makanan pedas. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang,
kelompok, nilai – nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.
Salah satu teori untuk menerangkan terbentuknya sikap ini
dikemukakan oleh Daryl Beum (1964) yang pengikut Skinner (berpandangan
operant). Ia mendasarkan diri pada pernyataan Skinner bahwa tingkah laku
manusia berkembang dan dipertahankan oleh anggota – anggota masyarakat yang
memberi penguat pada individu untuk bertingkah laku secara tertentu (yang dikehendaki oleh masyarakat). Atas
dasar pendapat Skinner itu Beum mengemukakan 4 asumsi dasar yaitu :
1.
Setiap
tingkah laku, baik yang verbal maupun sosial adalah suatu hal yang bebas dan
berdiri sendiri, bukan merupakan refleksi (menggambarkan) sikap, sistem
kepercayaan, dorongan, kehendak atau pun keadaan – keadaan tersembunyi lainnya
dalam diri individu.
2.
Rangsang
dan tingkah laku-balas adalah konsep – konsep dasar untuk menerangkan suatu
gejala tingkah laku. Konsep – konsep ini hanya dapat didefnisikan dan diukur
secara fisik dan nyata (tampak mata).
3.
Prinsip
– prinsip hubungan rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit. Ia nampak sangat
bervariasi karena bervariasinya lingkungan di mana hubungan rangsang-balas itu
berlaku.
4.
Dalam
analisa tentang tingkah laku perlu dihindari diikutsertakannya keadaan –
keadaan internal yang terjadi pada waktu tingkah laku itu timbul, baik yang
bersifat fisiologik (kelelahan, lapar dan lain – lain) maupun yang bersifat
konseptual (dorongan, kehendak dan lain – lain).
Berdasarkan asumsi – asumsi dasar tersebut, Beum mengemukakan teori
tentang Hubungan Fungsional (Functional Relationship) dalam interaksi
sosial. Dalam teori tersebut Beum menyatakan bahwa dalam interaksi sosial
terjadi 2macam hubungan fungsional yang pertama adalah hubungan fungsional di
mana terdapat kontrol penguat (reinforcement control) yaitu jika tingkah
laku-balas (response) tenyata menimbulkan penguat (reinforcement) yang
bersifat ganjaran (reward). Dalam hal ini ada tidaknya atau
banyak-sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah laku-balas. Misalnya
: seorang anak berkata kepada ibunya : “Bu saya minta kue”, ternyata ibunya
benar – benar memberi kue (ganjaran), maka pada kesempatan lain anak akan
mengucapkan kalimat yang sama untuk mendapatkan kue. Tingkah laku untuk
mendapat ganjaran tersebut, disebut tingkah laku operan (operant response).
Dalam tingkah laku operan itu, ganjran yang diminta selalu dinyatakan dengan
jelas (dalam contoh di atas : kue ). Tingkah laku operan yang bersifat verbal
seperti contoh di atas disebut mand (singkatan dari “command” atau
“demand” yang berarti perintah atau permintaan).
Hubungan fungsional yang kedua terjadi jika tingkah laku-balas
hanya mendapat ganjaran pada keadaan – keadaan tertentu. Misalnya, ibu hanya
memberi kue pada anak jika anak sudah menghabiskan nasinya. Dalam hal ini
“nasi” merupakan rangsang diskriminatif dan anak hanya akan berkata : Bu, minta
Kue, kalau ia sudah makan nasi. Hubungan fungsional seperti ini disebut
hubungan fungsional di mana terdapat kontrol diskriminatif (discriminative
control) dan tingkah laku-balas yang terjadi hanya jika ada rangsang
diskriminatif disebut tact.
Menurut Beum, tact lama – lama bisa menjadi kepercayaan (belief).
Contoh : anak melihat bahwa jika ayah mau pergi (tact) ia selalu memakai
sepatunya (rangsang diskriminatif). Kalau ayah tidak memakai sepatu, maka ia
tidak akan pergi. Lama – kelamaan anak akan percaya bahwa kalau ayah memakai
sepatu, maka ayah akan pergi, walaupun kenyataannya mungkin ayah hanya mau
menerima tamu di rumah. Beum selanjutnya menyimpulkan bahwa sistem kepercayaan
selalu dipengaruhi oleh faktor – faktor internalnya.
Selanjutnya kumpulan kepercayaan terhadap suatu hal akan
menyebabkan timbulnya sikap (attitude) tertentu terhadap hal tersebut.
Misalnya : seorang anak percaya (belief) bahwa ibu selalu marah kalau ia
minta permen, bahwa anak – anak yang suka makan permen giginya rusak, bahwa
anak –anak yang terlalu banyak makan permen sering sakit perut dan sebagainya.
Kumpulan kepercayaan ini menyebabkan anak tidak suka pada permen, walaupun ia
tahu bahwa permen itu enak. Rasa enak permen itu sebagai ganjaran tidak cukup
kuat untuk mengalahkan pengaruh rangsang – rangsang penguat dalam hubungan
dengan kontrol diskriminatif yang terjadi.
Artikel Terkait :
Salah satu aliran yang besar pengaruhnya dalam psikologi adalah
aliran Behaviorisme. Aliran ini didirikan pada tahun 1913 di Amerika Serikat
oleh J.B. Watson (1878 – 1958). J.B. Watson berpendapat bahwa agar psikologi
dapat tetap ilmiah, maka ia harus obyektif dan agar ia tetap obyektif ia hanya
dapat mempelajari tingkah laku – tingkah laku yang tampak mata (Overt). BACA SELENGKAPNYA.
teori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap pengaruh anak
ReplyDeleteteori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap pengaruh anak
ReplyDeleteteori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap perkembangan anak
ReplyDelete