Wednesday, 5 February 2014


Teori Rangsang-Balas Untuk Menerangkan SikapTeori rangsang-balas (stimulus-response theory) yang sering juga disebut sebagai teori penguat (reinforcement-theory) dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial. Yang di maksud sikap di sini adalah kecendurang atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap makanan pedas, akan selalu mengambil atau membeli dan makan setiap kali ia menemui makanan pedas. Sebaliknya orang bersikap negatif terhadap makanan pedas selalu akan menghindar kalau ia menjumpai makanan pedas. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang, kelompok, nilai – nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.
Salah satu teori untuk menerangkan terbentuknya sikap ini dikemukakan oleh Daryl Beum (1964) yang pengikut Skinner (berpandangan operant). Ia mendasarkan diri pada pernyataan Skinner bahwa tingkah laku manusia berkembang dan dipertahankan oleh anggota – anggota masyarakat yang memberi penguat pada individu untuk bertingkah laku secara tertentu  (yang dikehendaki oleh masyarakat). Atas dasar pendapat Skinner itu Beum mengemukakan 4 asumsi dasar yaitu :
1.      Setiap tingkah laku, baik yang verbal maupun sosial adalah suatu hal yang bebas dan berdiri sendiri, bukan merupakan refleksi (menggambarkan) sikap, sistem kepercayaan, dorongan, kehendak atau pun keadaan – keadaan tersembunyi lainnya dalam diri individu.
2.      Rangsang dan tingkah laku-balas adalah konsep – konsep dasar untuk menerangkan suatu gejala tingkah laku. Konsep – konsep ini hanya dapat didefnisikan dan diukur secara fisik dan nyata (tampak mata).
3.      Prinsip – prinsip hubungan rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit. Ia nampak sangat bervariasi karena bervariasinya lingkungan di mana hubungan rangsang-balas itu berlaku.
4.      Dalam analisa tentang tingkah laku perlu dihindari diikutsertakannya keadaan – keadaan internal yang terjadi pada waktu tingkah laku itu timbul, baik yang bersifat fisiologik (kelelahan, lapar dan lain – lain) maupun yang bersifat konseptual (dorongan, kehendak dan lain – lain).
Berdasarkan asumsi – asumsi dasar tersebut, Beum mengemukakan teori tentang Hubungan Fungsional (Functional Relationship) dalam interaksi sosial. Dalam teori tersebut Beum menyatakan bahwa dalam interaksi sosial terjadi 2macam hubungan fungsional yang pertama adalah hubungan fungsional di mana terdapat kontrol penguat (reinforcement control) yaitu jika tingkah laku-balas (response) tenyata menimbulkan penguat (reinforcement) yang bersifat ganjaran (reward). Dalam hal ini ada tidaknya atau banyak-sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah laku-balas. Misalnya : seorang anak berkata kepada ibunya : “Bu saya minta kue”, ternyata ibunya benar – benar memberi kue (ganjaran), maka pada kesempatan lain anak akan mengucapkan kalimat yang sama untuk mendapatkan kue. Tingkah laku untuk mendapat ganjaran tersebut, disebut tingkah laku operan (operant response). Dalam tingkah laku operan itu, ganjran yang diminta selalu dinyatakan dengan jelas (dalam contoh di atas : kue ). Tingkah laku operan yang bersifat verbal seperti contoh di atas disebut mand (singkatan dari “command” atau “demand” yang berarti perintah atau permintaan).
Hubungan fungsional yang kedua terjadi jika tingkah laku-balas hanya mendapat ganjaran pada keadaan – keadaan tertentu. Misalnya, ibu hanya memberi kue pada anak jika anak sudah menghabiskan nasinya. Dalam hal ini “nasi” merupakan rangsang diskriminatif dan anak hanya akan berkata : Bu, minta Kue, kalau ia sudah makan nasi. Hubungan fungsional seperti ini disebut hubungan fungsional di mana terdapat kontrol diskriminatif (discriminative control) dan tingkah laku-balas yang terjadi hanya jika ada rangsang diskriminatif disebut tact.
Menurut Beum, tact lama – lama bisa menjadi kepercayaan (belief). Contoh : anak melihat bahwa jika ayah mau pergi (tact) ia selalu memakai sepatunya (rangsang diskriminatif). Kalau ayah tidak memakai sepatu, maka ia tidak akan pergi. Lama – kelamaan anak akan percaya bahwa kalau ayah memakai sepatu, maka ayah akan pergi, walaupun kenyataannya mungkin ayah hanya mau menerima tamu di rumah. Beum selanjutnya menyimpulkan bahwa sistem kepercayaan selalu dipengaruhi oleh faktor – faktor internalnya.
Selanjutnya kumpulan kepercayaan terhadap suatu hal akan menyebabkan timbulnya sikap (attitude) tertentu terhadap hal tersebut. Misalnya : seorang anak percaya (belief) bahwa ibu selalu marah kalau ia minta permen, bahwa anak – anak yang suka makan permen giginya rusak, bahwa anak –anak yang terlalu banyak makan permen sering sakit perut dan sebagainya. Kumpulan kepercayaan ini menyebabkan anak tidak suka pada permen, walaupun ia tahu bahwa permen itu enak. Rasa enak permen itu sebagai ganjaran tidak cukup kuat untuk mengalahkan pengaruh rangsang – rangsang penguat dalam hubungan dengan kontrol diskriminatif yang terjadi.

Artikel Terkait :
Salah satu aliran yang besar pengaruhnya dalam psikologi adalah aliran Behaviorisme. Aliran ini didirikan pada tahun 1913 di Amerika Serikat oleh J.B. Watson (1878 – 1958). J.B. Watson berpendapat bahwa agar psikologi dapat tetap ilmiah, maka ia harus obyektif dan agar ia tetap obyektif ia hanya dapat mempelajari tingkah laku – tingkah laku yang tampak mata (Overt). BACA SELENGKAPNYA.

3 comments:

  1. teori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap pengaruh anak

    ReplyDelete
  2. teori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap pengaruh anak

    ReplyDelete
  3. teori apa yaa yang cocok untuk mengkaji pengaruh game online terhadap perkembangan anak

    ReplyDelete